Jakarta - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia saat ini tengah menghadapi kritik keras terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap para pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) yang tergabung dalam Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kementerian Luar Negeri (FLAPK).
Karena mereka belum menerima gaji pokok selama bertugas di perwakilan RI luar negeri, meskipun hak tersebut dijamin oleh berbagai undang-undang, termasuk UU 18/1961, UU 8/1974, UU 43/1999, dan UU 5/2014.
Para pensiunan menteri luar negeri ini mengklaim bahwa tindakan ini melanggar hak mereka sebagaimana telah diatur dalam Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.
Merujuk UU 18/1961, gaji pokok adalah hak yang tidak boleh dihentikan atau digabungkan dengan tunjangan lain ujar Kusdiana dalam wawancara singkat dengan awak media.
Namun entah mengapa Kementerian Luar Negeri diduga menghentikan pembayaran tersebut berdasarkan Surat Edaran No. 015690 sejak 1950, dengan alasan devisa terang Kusdiana selaku Ketua FLAPK saat Audiensi dengan Komnas KOMNAS HAM di Kantor Komnas HAM Terkait Dugaan Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri kepada PNS Kemlu Sejak Tahun 1961-2012 di Jakarta, Rabu (09/10/2024).
Menurut Kusdiana, menurut UU 18/1961, yang diterbitkan pada tahun 1961, di sana sudah dijelaskan bahwa setiap PNS, baik itu bertugas di dalam maupun di luar negeri, berhak atas gaji pokok.
Bahkan merujuk pada UU No.5/2014 lebih lanjut menegaskan bahwa pegawai negeri harus mendapatkan gaji yang adil dan layak sesuai standar terang Kusdiana.
Tekait hal itu FLAPK meminta keadilan atas tindakan yang mereka sebut sebagai penyimpangan hukum selama lebih dari 50 tahun, sejak 1961 hingga 2012.
Terkait hal itu FLAPK mendesak dan “menagih” pemerintah untuk memenuhi kewajiban konstitusionalnya sesuai dengan Pasal 79 ayat (1) UU 5/2014 dan memberikan hak-hak yang belum diterima,” ungkapnya.
Tindakan Menteri Luar Negeri yang berkelanjutan ini di duga melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), terutama sebagai ketidakberpihakan sebagaimana diatur dalam UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Para pensiunan yang jumlahnya mencapai ratusan orang tersebut berharap permasalahan ini bisa mendapatkan perhatian yang serius dari pihak yang berwenang agar hak-hak mereka dapat ditunaikan sepenuhnya,” tutupnya.