Jepara, MBN Indonesia. Dugaan gratifikasi kembali mencuat dari lingkar kekuasaan desa. Kepala Desa Srikandang, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, berinisial S, diduga menerima uang hingga Rp300 juta dari tiga calon perangkat desa dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Skandal ini mencuat ke publik setelah beredarnya rekaman berdurasi 30 menit yang memuat percakapan antara seseorang yang diduga sebagai Kepala Desa dan utusan calon perangkat desa. Rekaman tersebut menjadi bukti awal yang kini ramai diperbincangkan masyarakat. (28/06/2025).
Dugaan praktik jual beli jabatan mencoreng proses seleksi perangkat desa yang seharusnya berjalan objektif dan transparan. Tiga calon perangkat desa diduga menyetor masing-masing Rp100 juta kepada sang Kades melalui perantara, dengan harapan bisa lolos seleksi.
Menurut sumber yang mengetahui langsung proses tersebut, transaksi dilakukan di tempat yang berbeda-beda untuk menghindari jejak. Bahkan, salah satu utusan yang mengantarkan uang dijanjikan imbalan, namun hingga kini janji tersebut belum ditepati. “Janji adalah hutang. Kalau tidak ditepati, pasti ada akibatnya. Tunggu saja, pasti kena imbasnya,” ujar narasumber dengan nada kesal.
Skema dugaan gratifikasi ini diduga terjadi dalam tiga gelombang rekrutmen, yakni tahun 2020, 2022, dan 2024, dengan pola yang nyaris sama: pemanfaatan jabatan kepala desa untuk keuntungan pribadi. Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Kades S enggan memberikan klarifikasi. Tidak ada bantahan maupun pembelaan. Namun, dalam sebuah forum terbatas di Balai Desa Srikandang dihadapan warga dan awak media, ia menyebut pemberitaan tersebut tidak berimbang dan menuding media tidak melakukan konfirmasi.
Sikap bungkam ini justru menambah kecurigaan publik. Beberapa tokoh masyarakat mulai angkat bicara dan mendesak agar aparat penegak hukum segera bertindak. “Ini bukan soal politik, ini soal moral dan keadilan. Kasus ini akan kami laporkan. Kalau terbukti, harus diproses hukum,” tegas salah satu tokoh masyarakat Srikandang.
Selain dugaan gratifikasi, penggunaan Dana Desa (DD) beberapa tahun dipimpin kades S di Srikandang juga menuai protes warga. Beberapa kegiatan pembangunan seperti lapangan voli, jalan usaha tani, dan proyek infrastruktur lainnya diduga tidak sesuai dengan spesifikasi dan perencanaan dalam Rancangan Anggaran Belanja (RAB).
Warga menilai ada pengurangan volume pekerjaan dan kurangnya transparansi dalam pelaksanaan proyek desa. Kondisi ini menambah kekecewaan masyarakat terhadap kepemimpinan Kades S.
Warga dan tokoh masyarakat menuntut Inspektorat, Dispermades, hingga aparat penegak hukum (Kejari/Polres) untuk turun tangan mengusut kasus ini. Jika terbukti, Kades S dapat dijerat dengan UU Tipikor Pasal 12 huruf e tentang gratifikasi dan penyalahgunaan jabatan, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
“Desa bukan tempat jual beli jabatan. Jabatan adalah amanah, bukan barang dagangan. Jika kepala desa sendiri menjadi pelaku, maka siapa lagi yang bisa menjaga integritas pemerintahan desa?” tegas seorang tokoh masyarakat. Skandal ini tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. Hukum harus bicara. Tidak boleh ada ruang bagi praktik korup dan penyalahgunaan kekuasaan di desa. (Red – Tim).