Jakarta — Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia menggelar Seminar Budaya Tempe Goes to UNESCO bertajuk “Tempe: Dari Kearifan Lokal Menjadi Sajian Global” di Jakarta, Jumat (19/12/2025). Kegiatan ini menjadi langkah strategis pemerintah dalam memperjuangkan tempe sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia UNESCO, sekaligus menjadikannya simbol diplomasi budaya, kesehatan global, dan penguatan ekonomi kreatif nasional.
Seminar dibuka secara resmi oleh Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha Djumaryo. Dalam sambutannya, Giring menegaskan komitmen pemerintah untuk mengawal pengajuan tempe ke UNESCO melalui pendekatan diplomasi budaya yang berkelanjutan.
Menurut Giring, pengalaman Indonesia dalam mengusulkan keris, batik, kebaya, pencak silat, dan noken ke UNESCO membuktikan bahwa pengakuan global mampu menghidupkan ekosistem komunitas serta menciptakan nilai ekonomi budaya.
“Ketika budaya diakui dunia, manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh UMKM dan masyarakat. Batik, misalnya, kini bukan hanya identitas nasional, tetapi juga penggerak ekonomi kreatif daerah,” ujar Giring.
Ia juga mencontohkan Desa Beji di Kota Batu, Jawa Timur, yang mampu memproduksi hingga tujuh ton tempe per hari dengan beragam olahan inovatif. Hal tersebut mencerminkan kekuatan pengetahuan lokal berbasis komunitas yang berdaya saing tinggi.
Giring menilai tren global terhadap makanan sehat menjadi momentum emas untuk memperkenalkan tempe sebagai pangan bergizi tinggi, ramah lingkungan, fleksibel diolah, serta relevan dengan gaya hidup modern.
“Tempe bukan hanya lauk tradisional, tetapi bisa hadir dalam pizza, burger, hingga berbagai hidangan global lainnya. Inilah potensi tempe sebagai identitas kuliner internasional Indonesia,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Promosi Kebudayaan Kementerian Kebudayaan, Undri SS, menegaskan bahwa promosi tempe memiliki nilai strategis baik secara nasional maupun global. Upaya ini tidak hanya memperkuat jati diri bangsa, tetapi juga menunjukkan kontribusi Indonesia bagi peradaban dunia.
Undri menjelaskan bahwa diplomasi kebudayaan diarahkan pada tiga tujuan utama, yakni penguatan identitas nasional, peningkatan apresiasi budaya, serta perluasan peran generasi muda Indonesia di tingkat global.
“Kekayaan budaya dari Sabang sampai Merauke adalah solusi masa depan, termasuk tempe yang mengandung nilai sosial, ekonomi, kesehatan, dan keberlanjutan lingkungan,” ujarnya.
Seminar ini melibatkan akademisi, komunitas, koperasi produsen tempe, mahasiswa, serta asosiasi pangan nasional. Keterlibatan lintas pemangku kepentingan tersebut mencerminkan kekompakan ekosistem budaya sebagai syarat utama keberhasilan pengajuan tempe ke UNESCO.
Kementerian Kebudayaan menyampaikan bahwa berkas pengajuan tempe telah masuk dalam daftar usulan UNESCO, dengan harapan memperoleh pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia pada tahun mendatang.
Melalui diplomasi budaya tempe, Indonesia menegaskan bahwa kearifan lokal tidak hanya memiliki nilai historis, tetapi juga mampu menjawab tantangan global serta membuka jalan bagi ekonomi berkelanjutan bagi generasi masa depan.