Jakarta, 18 Desember 2025 - Presiden Konfederasi ASPEK Indonesia, Muhamad Rusdi menyampaikan sikap reflektif optimis sekaligus tegas atas kebijakan terbaru Pemerintah terkait skema perhitungan kenaikan upah minimum. Bagi ASPEK Indonesia, kebijakan pengupahan bukan sekadar persoalan teknis atau kompromi angka, melainkan pernyataan politik negara tentang keberpihakan: apakah pembangunan dijalankan dengan menempatkan manusia sebagai pusatnya, atau semata-mata mengejar efisiensi biaya dengan mengorbankan buruh.
Upah Layak adalah Jalan Keluar dari Krisis, Fondasi Kebangkitan Bangsa. ASPEK Indonesia menegaskan secara prinsipil dan tanpa ragu: upah layak adalah solusi nyata untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sekaligus memulihkan dan memperkuat daya beli nasional. Tidak ada pertumbuhan ekonomi yang sehat tanpa buruh yang hidup layak. Tidak ada kebangkitan ekonomi yang berkelanjutan jika mayoritas pekerja hanya dipaksa bertahan hidup.
Ketika upah gagal memenuhi kebutuhan hidup riil, yang terjadi adalah: Daya beli buruh melemah, Konsumsi rumah tangga menurun, Usaha kecil dan menengah tersendat, Ekonomi nasional kehilangan motor penggeraknya.
Sebaliknya, upah layak adalah investasi sosial dan ekonomi. Ia menggerakkan konsumsi domestik, memperkuat produktivitas kerja, menjaga stabilitas sosial, dan menciptakan pertumbuhan yang inklusif. Tanpa kebijakan upah layak yang konsisten dan berani, sulit bagi bangsa ini untuk benar-benar bangkit dari tekanan ekonomi yang kita hadapi hari ini.
Terkait Aturan baru Pengupahan, Rusdi Menegaskan bahwa :
1. Sinyal Perubahan Arah, Bukan Garis Akhir
Penetapan rentang penyesuaian Indeks Alfa 0,5–0,9 dengan proyeksi kenaikan upah minimum 5,2%–7,3% merupakan sinyal positif yang patut diapresiasi. Kebijakan ini menunjukkan bahwa negara mulai membuka ruang koreksi atas sistem pengupahan yang selama ini terlalu kaku dan menjauh dari realitas hidup buruh.
Namun ASPEK Indonesia menegaskan: ini adalah langkah awal, bukan tujuan akhir. Reformasi pengupahan tidak boleh berhenti di tengah jalan. Ia harus dilanjutkan secara konsisten, berani, dan berpihak.
2. Mengakhiri Politik Upah Murah
ASPEK Indonesia memandang kebijakan ini sebagai koreksi atas praktik masa lalu yang mengunci upah pada indeks alfa rendah (0,1–0,3)—sebuah praktik yang secara nyata telah melemahkan daya beli dan melanggengkan politik upah murah. Stabilitas ekonomi tidak boleh lagi dibangun di atas pengorbanan buruh.
Masuknya variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara lebih proporsional, termasuk dibukanya kembali ruang upah sektoral, menunjukkan adanya kemauan politik Pemerintah untuk mendistribusikan beban krisis secara lebih adil.
Presiden Konfederasi ASPEK Indonesia, Muhamad Rusdi, menegaskan bahwa langkah ini mencerminkan keseriusan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Ketenagakerjaan Prof. Yassierli dalam mendengar dan merespons aspirasi pekerja secara lebih manusiawi dan substantif.
3. Demokratisasi Kebijakan Upah
ASPEK Indonesia menilai penguatan kembali peran Pemerintah Daerah dan Dewan Pengupahan sebagai langkah penting untuk menghidupkan dialog sosial. Upah tidak boleh ditentukan dari kejauhan. Keadilan upah hanya lahir dari kebijakan yang dekat dengan realitas hidup buruh di daerah.
4. Ekonomi untuk Kehidupan, Bukan Sebaliknya
ASPEK Indonesia menegaskan prinsip dasarnya: indikator ekonomi adalah alat, bukan tujuan. Inflasi dan pertumbuhan tidak boleh dijadikan alasan untuk menunda keadilan upah. Angka-angka makro tidak boleh membutakan negara dari kenyataan mikro—tentang biaya hidup yang terus meningkat dan ruang hidup buruh yang semakin menyempit.
5. Reaktualisasi KHL: Mengembalikan Makna Upah
Merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168, ASPEK Indonesia menegaskan bahwa upah minimum wajib mencerminkan kebutuhan hidup riil. Untuk itu, penetapan upah ke depan harus kembali pada survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang direvisi secara kuantitatif dan kualitatif, dilakukan secara rutin, objektif, dan transparan.
Tanpa KHL yang hidup, upah minimum akan sah secara administratif, namun gagal menjalankan fungsi keadilan sosialnya.
6. Reformasi Struktural melalui Undang-Undang Ketenagakerjaan Baru
ASPEK Indonesia menegaskan bahwa reformasi pengupahan tidak boleh berhenti pada kebijakan tahunan. Negara membutuhkan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dan berkeadilan, yang secara tegas mengakhiri praktik upah murah dan menempatkan buruh sebagai subjek utama pembangunan.
Konfederasi Aspek Indonesia menaruh harapan besar pada Menaker Prof Yassierli dan Presiden Prabowo memaastikan Reformasi ini harus menjamin: Upah layak berbasis kebutuhan hidup, jaring pemgaman sosial yang kuat dan berdampak pada daya beli buruh dan masyarakat sehingga membawa kemanfaatan bagi semua pihak termasuk dunia industri dan UMKM yang akan kembali bangkit.
Konfederasi ASPEK Indonesia optimis, dengan keberanian politik dan keberpihakan yang jelas, reformasi pengupahan dapat menjadi fondasi kebangkitan ekonomi nasional. Negara yang menghargai kerja secara adil akan memiliki ekonomi yang kuat, masyarakat yang stabil, dan masa depan yang berkeadilan.
Upah layak bukan hambatan pertumbuhan, melainkan adalah syarat kebangkitan bangsa.